Bandung Barat, 23 Juni 2017.
Aku memutuskan mengirimkan sebuah esai
yang kuberi judul Ragam Bahasa Daerah Identitas Kebhinekaan Bangsa ke alamat pos-el / email ikadubasjabar@gmail.com beserta lampiran yang diperlukan. Niatku bulat
untuk mengikuti ajang Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2017 dengan motivasi
terbesarku adalah rasa penasaran. Jujur
pertama kali mendengar pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat beberapa tahun silam,
pikiranku menerawang “Ah pasti harus jago bahasa.., ah pasti harus adu bakat
dan kemampuan.., ah pasti harus ini itu ini itu.” yang membuatku tidak
sedikitpun tertarik untuk mengikuti ajang pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat.
Aku penasaran karena beberapa temanku di
kampus sudah pernah mengikuti pemilihan ini dan mendapat hasil yang
berbeda-beda, ada yang mencoba hingga tiga kali lalu diterima, ada yang mencoba
sekali dan langsung juara, ada yang mencoba dan lolos ditahap satu tapi gugur
ditahap dua, dan macam-macam cerita lainnya semakin membuatku penasaran seperti
apa ajang pemilihan Duta Bahasa ini.
Bandung Barat, 4 Juli 2017
Hari ini adalah hari pengumuman peserta
yang lolos tahap awal 100 besar, aku optimis lolos di 100 besar tanpa
sedikitpun tersirat “seandainya saya tidak lolos”. aku tidak tahu rasa
optimisku setinggi apa karena aku hanya berpikir “baru juga tahap awal, piraku
we gak lolos mah.” dengan polosnya pikiranku menerka tanpa memikirkan peserta
lain lebih baik atau tidak.
Siang hari saat aku sedang asik
memainkan gawai, dering gawai berbunyi dari no telepon yang tidak dikenal.
Seketika aku langsung berpikir “pasti panitia Duta Bahasa yang bakal
ngehubungin.” Setelah aku angkat dan aku ucapkan “Hallo” ternyata dugaanku
tepat, seseorang yang menelponku mengatakan dia adalah panitia pemilihan Duta
Bahasa Jawa Barat dan mengucapkan “Selamat sodara Iqbal dinyatakan lolos 100
besar dan wajib mengikuti taklimat pada hari Jum’at di Balai Bahasa Jawa
Barat.” Aku merasa senang mendengar berita itu.
Balai Bahasa, 7 Juli 2017
Sekitar pukul 09.30 Aku tiba untuk
mengikuti taklimat 100 besar Duta Bahasa Jawa Barat, aku mendengarkan beberapa
paparan penting bahwa setelah 100 besar ini akan diadakan test selanjutnya
berupa Test Uji Kemahiran Bahasa Indonesia, menulis Esai dalam Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Daerah, serta wawancara dengan para juri.
Aku terkaget mendengar paparan itu mengingat aku tidak percaya diri dalam
Bahasa Inggris karena aku sendiri tidak terbiasa bertutur atau menulis dalam
Bahasa Inggris. Sontak seketika mentalku terjun bebas dan berpikir “kayanya
mending mundur daripada ngariripuh maneh kudu ka Travelo bari jeung moal
menang.” Mentalku yang sudah lebih dulu jatuh ternyata masih dikalahkan oleh
rasa penasaran terhadap ajang pemilihan ini terlebih panitia mengucapkan
peserta yang lolos 100 besar adalah peserta terpilih yang telah mengalahkan 296
orang lainnya dari total 396 peserta.
Hotel Travello, 10 Juli 2017
Dengan modal seadanya aku tekan mentalku
untuk mencoba peruntungan sejauh mana aku dapat bertahan. Aku terdiam di salah
satu kursi peserta Ballroom Hotel
Travello, bukan karena pikiranku kosong tetapi pikiranku sudah langsung terisi
oleh hawa kompetisi sebenarnya “edan ieu peserta loba kieu suganteh saeutik
kawas pas tekmit.” “anjir loba nu ti ITB, anjir aya si itu saingan beurat,
anjir harese ieu mah fix sainganana” komat kamit pikiranku terus merasuk kearah
hal negatif tanpa aku sadar bahwa itu sebuah langkah mundur dalam kompetisi.
Sesi pertama adalah Uji Kemahiran
Bahasa Indonesia, aku berusaha semampuku untuk mengisi semua soal walaupun
untuk pertama kali aku berpikir “ieu nu ngomong kamana soalna naon jawabana
naon.” Hasilnya beberapa soal aku jawab secara acak dengan ucapan Basmallah
walaupun waktu masih menyisakan kurang lebih sekitar 7 menit agar peserta dapat
memeriksa kembali jawabannya, namun karena terlanjur pusing aku hanya sibuk
menghitung jumlah jawabanku apakah sudah sesuai dengan jumlah soal atau belum.
Sesi kedua dilanjutkan dengan menulis
esai 3 bahasa dalam waktu 90 menit, aku mempersiapkan strategi Bahasa mana yang
dipilih terlebih dahulu agar aku lebih percaya diri. Akhirnya aku menulis esai
dalam Bahasa Indonesia terlebih dahulu dilanjutkan Bahasa Sunda dan terakhir
Bahasa Inggris. Dilihat dari konten banyaknya menulis Bahasa Indonesia dan
Bahasa Sunda mencapai 1 halaman penuh polio walaupun secara substansi aku gak
tahu apa yang aku tulis didalamnya sedangkan Bahasa Inggris hanya mampu aku isi
¾ halaman polio karena entah mengapa setelah aku terjemahkan esaiku kedalam
Bahasa Inggris bahasanya lebih to the
point karena mungkin pengaruh perbendaharaan kataku yang masih sedikit.
Sesi ketiga adalah wawancara, karena no
pesertaku ke 37 dan diurut 1-10, 11-20 dan seterusnya aku mendapat giliran ke 7
beserta peserta nomor akhir 7 lainnya. Inti dari wawancara yang aku jalani
adalah curhat tentang keseharian, pencapaian yang aku raih, motivasi ikut
pemilihan dan lain-lain. Aku pikir jurinya cantik dan berintelektual tinggi,
karena sempat aku mengatakan entah dibagian mana yang intinya menyebutkan pasal
hukum perkawinan di Indonesia, juri tersebut menyuruhku untuk mengklarifikasi
penyebutan isi pasal apakah sudah benar atau tidak. Sepanjang sesi ini aku cukup
percaya diri karena memang dari awal selain karena rasa penasaran aku pun
mempunyai tujuan untuk menjadi agen dalam mensosialisasikan Bahasa agar
dituturkan secara baik dan benar oleh penuturnya.
Bandung Barat, 12 Juli 2017
Pengumuman 30 besar akan segera dirilis,
aku mulai membenci perasaan ini harap-harap cemas istilahnya perasaan tidak
karuan karena mulai berharap tapi takut ditolak. Sekitar jam 2 siang nomor yang
tidak dikenal kembali memanggil, aku berharap itu nomor dari panitia yang
memberitahukan bahwa aku lolos tapi sayangnya tidak keangkat karena aku sedang
dilantai bawah sedangkan gawai aku tinggal di kamarku dilantai atas. Aku
mencoba mengirim pesan, namun karena itu nomor telepon rumah pasti tidak
terkirim sehingga aku coba untuk telepon balik namun jaringan sedang sibuk. Aku
mulai dihinggapi perasaan “pasti lolos” tapi masih deg-degan karena belum ada
panggilan masuk ke gawaiku.
Akhirnya sekitar pukul 04.00 sore
panggilan yang aku tunggu kembali, nomor rumah yang tidak dikenal kembali memanggil.
Setelah aku angkat “Hallo” suara disana mengatakan “Hallo selamat sore, saya .
. . . . dari Panitia Pemilihan Duta
Bahasa Jawa Barat. Apakah ini benar dengan saudara Iqbal Muhamad Sahid ?” “Iya
betul saya Iqbal” “Baik Iqbal, sebelumnya kami ucapkan selamat anda lolos 30
besar Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat 2017 dan kami tunggu untuk melaksanakan
taklimat pada hari Kamis esok di Balai Bahasa.”Rasa syukur dan bahagia menyerbu
perasaanku, aku tidak percaya bisa melangkah sejauh ini tapi itulah takdir,
Allah sudah menggariskan bahwa aku harus diamanahi tugas baru.
Saung Angklung Udjo, 15 Juli 2017
Keadaanku kurang fit, entah mungkin
karena kecapean aku harus bolak balik Bandung Rumah yang bisa menghabiskan 1.5
jam perjalanan. Sebelum aku berangkat ke Saung Angklung Udjo di daerah
Padasuka, pagi-pagi aku merasa demam, seluruh badan terasa nyeri, tenggorokan
mulai kering dan pilek tidak berhenti.
Aku sempat berpikir bahwa mentalku dalam
kompetisi ini benar-benar buruk ditambah kondisi badan yang memang tidak
mendorongku untuk berjuang dengan usaha yang maksimal hingga sebelum penampilan
aku sempat berpikir “mungkin mundur lebih baik”namun kembali pikiranku tidak
menyetujui itu hingga akhirnya penampilan malam bakat berjalan mulus. Aku memilih
untuk menampilkan seni beladiri Merpati Putih dengan mempertunjukan aksi
memecahkan besi dragon. Pertunjukanku terbilang sukses karena tidak ada
sedikitpun kendala teknis yang mengganggu kecuali paha yang membiru setelah
dijadikan penopang besi dragon.
Pembekalan, 16 – 18 Juli 2017
Aku pikir aku akan beristirahat namun
nyatanya TIDAK. Sepulangnya dari malam bakat seluruh peserta diberi tugas untuk
membuat proposal kegiatan, laporan kegiatan dan membuat naskah mc formal secara
langsung dan dikumpulkan pada hari Senin, 16 Juli 2017. Terpaksa kami seluruh
peserta begadang semalaman walaupun sebagian lagi mencuri start lebih dulu
dengan bangun lebih pagi. Jangan Tanya kondisiku karena sedikitpun
aku tidak merasa membaik bahkan sampai 2 kali aku pergi ke dokter karena
obatnya dirasa tidak mempan.
Selama pembekalan beberapa materi didapatkan
mulai dari penggunaan Bahasa Indonesia yang benar, metode pembuatan proposal
dan laporan, materi wicara publik, Permartabatan Bahasa Indonesia sebagai
integritas bangsa, dan lain sebagainya. Aku sadar selama pembekalan,
teman-temanku bukanlah pesaing sebenarnya tetapi pesaing terbesar adalah diriku
sendiri. Bagaimana aku bisa meredam ego untuk tidak kalah dan terus berjuang
semampu yang aku bisa walaupun ditengah kompetisi lagi-lagi mentalku jatuh dan
stress dengan keadaan yang penuh tekanan tapi aku berpikir bahwa aku sudah
berusaha memberikan yang terbaik yang aku punya walaupun kondisi badan tidak
prima, semuanya aku tetap serahkan kepada tuhan dan panitia.
Sesi akhir sebelum menuju Grand Final,
seluruh peserta dibuat merana. Emosiku berhasil digoncang oleh lagu Nasional
Tanah Airku. aku merasa bahwa aku selama
ini belum dapat berbuat apa-apa untuk bangsa, aku mempunyai tanggung jawab yang
besar untuk menjaga bangsa, dan aku bangga disaat rasa nasionalisku ternyata
belum ada. Aku merasa aku terlalu egois dan terlalu sombong dengan beberapa
penyematan gelar duta, hingga sampai pada puncaknya aku merasakan seseorang
menyematkan slempang air mataku tak mampu kutahan perasaan emosional yang
melanda sudah terlalu membaur dalam ruang aula. Aku sedih, aku bahagia, aku
bangga, aku menyesel, semuanya bercampur bahkan aku tidak dapat menyebunyikan
perasaan disaat teman-temanku bertanya mengapa air mataku jatuh tak tertahan
bukan karena rasa nasionalisku yang mendadak berlebihan tetapi karena segala
proses perasan yang tak dapat diungkapkan.
Hotel Travello, 20 Juli 2017
Rangkaian akhir dari Episode Pemilihan
Duta Bahasa Jawa Barat 2017 sedikit lagi berakhir. Akan ada pemenang yang
berhak mewakili Jawa Barat ke tingkat Nasional dibulan depan. Sedikitpun aku
tidak berpikir aku akan juara, entah mengapa selama karantina hingga grand
final aku hanya berpikir aku ingin mendapat gelar duta media sosial jika aku
gagal untuk melangkah ke babak selanjutnya.
Grand final dibagi menjadi dua sesi
presentasi, sesi pertama adalah penjurian tertutup dengan hanya diketahui oleh
juri, jajaran peserta dan panitia. Setiap peserta dibebaskan mempresentasikan
program yang dibuat dengan memilih salah satu Bahasa untuk selanjutnya
diberikan pertanyaan dengan Bahasa lain. Aku mempresentasikan program dengan
Bahasa Inggris dan mendapat pertanyaan menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa
Sunda, namun sayangnya aku merasa gagal karena tidak mampu menjawab beda
babasan dan Paribasa dalam Bahasa Sunda.
Sesuai penjurian sesi pertama selesai,
panitia mulai membuka ruangan untuk para penonton dan tamu undangan. Ruangan
cukup sesak karena penonton yang datang cukup banyak. Hingga pewara membacakan
keputusan 9 besar, namaku tidak ada dalam daftar dan seketika perasaanku gusar.
Aku merasa menyesal memang karena aku beberapa kali merasa kalah sebelum
bertanding, mentalku yang mudah jatuh turut menjadi penghambat disamping 29
finalis lainnya adalah orang hebat dengan sejuta pencapaian yang berbeda latar
belakang. Jika ditanya sedih dan kecewa, jelas perasaanku sedih dan kecewa
namun aku tetap bangga bisa berada di jajaran yang 366 peserta sebelumnya
perebutkan. Pikiranku yang mulai positif membawaku berpikir masih ada kesempatan untuk meraih juara media
sosial. Sebelumnya aku memang sudah sepenuh hati meminta bantuan kerabat,
keluarga dan teman dekat untuk mendukungku menjadi Duta Bahasa media sosial
Jawa Barat 2017 disamping penilaian takarir atau caption oleh dewan Juri pada
saat pembekalan.
Pengumuman juarapun dimulai, pewara
membacakan surat keputusan dengan susunan pemenang sebagai berikut. Pertama
kali pewara membacakan juara Media Sosial, lagi aku berharap semoga sekarang
giliran namaku yang dipanggil. Alhamdulillah ternyata tuhan mengabulkan do’aku,
namaku benar dipanggil untuk maju dan berhasil menyandang status Duta Bahasa
media Sosial Jawa Barat bersama Inna Ayu yang sempat kami berkenalan di babak
100 besar. Senyumku mulai mengembang. Matahari yang semula bersembuyi mulai
berani memancarkan cahayanya kembali. Aku bersyukur masih diberikan kesempatan
untuk turut berbahagia karena sebuah titel kemenangan berada digenggaman.
Karena pengalamanku aku berpikir, dalam setiap perlombaan bukan hanya faktor teknis yang menentukan kemenangan, tetapi mental juga sangat besar dalam menyumbang harapan. Jika suatu saat nanti aku diberi kesempatan untuk kembali berkompetisi, aku berjanji untuk menunjukan mental juara, mental yang lebih tidak mudah jatuh walau ditekan secara penuh, mental yang lebih siap menang walau rintangan banyak menerjang.
Karena pengalamanku aku berpikir, dalam setiap perlombaan bukan hanya faktor teknis yang menentukan kemenangan, tetapi mental juga sangat besar dalam menyumbang harapan. Jika suatu saat nanti aku diberi kesempatan untuk kembali berkompetisi, aku berjanji untuk menunjukan mental juara, mental yang lebih tidak mudah jatuh walau ditekan secara penuh, mental yang lebih siap menang walau rintangan banyak menerjang.
Komentar
Posting Komentar